• Home
  • About
  • Contact
  • Privacy Policy
twitter instagram

MELALUI RUANG

menulis, membaca, menonton

Sebelum mengikuti kelas skenario, saya tidak pernah menulis premis untuk setiap naskah cerita yang salah tulis. Semua cuma berangkat dari ide kasar. Bahkan tidak pernah memetakan dan bikin outline cerita. Tapi, buat saya yang suka ngada-ngada kalau bikin cerita, premis dan outline itu jadi penting, karena bisa digunakan sebagai patokan sekaligus pagar. Selain itu, belakangan ini banyak lomba menulis novel yang mengharuskan mencantumkan premis.

Menurut KBBI premis adalah apa yang dianggap benar sebagai landasan kesimpulan; dasar pemikiran; alasan, asumsi, dan bisa disebut sebagai kalimat atau proposisi yang dijadikan dasar penarikan kesimpulan di dalam logika. Kalau sederhananya menurut saya, premis itu bentuk singkat yang memuat garis besar dari cerita yang kita tulis (lebih singkat dari sinopsis).

Menulis premis ini susah menurut saya, karena kita harus bisa menulis satu kalimat yang menggambarkan keseluruhan cerita. Tapi kalimat itu harus menarik dan mampu membuat editor tertarik dengan cerita yang kita tulis.

Sebenarnya ada banyak versi cara menulis premis. Tapi saya akan membagikan cara menulis yang biasa saya lakukan dan cara ini saya dapatkan dari kelas-kelas menulis yang pernah saya ikuti. Pada dasarnya, premis berisi tokoh yang memiliki tujuan, tapi terhalang oleh sesuatu, lalu tokoh melakukan tindakan agar menemukan penyelesaian masalah.

Contoh:
  1. Nia (tokoh) sangat ingin memenangkan kompetisi menyanyi (tujuan), tapi rivalnya berbuat curang dan memfitnah Nia (halangan), lalu Nia berusaha mengungkapkan kebenaran (tindakan) agar dia bisa kembali berkompetisi dan menang (penyelesaian).
  2. Sekelompok hewan ternak (tokoh) sangat menginginkan kesetaraan dan kebebasan (tujuan), tapi pemilik peternakan amat berkuasa dan jahat (halangan), lalu mereka berusaha mengusir pemilik peternakan (tindakan), agar mereka bisa mendapat kehidupan yang setara dan bebas (penyelesaian).

Perlu diingat, tujuan tokoh mesti jelas dan jangan terlalu general. Dulu saya pernah menulis tujuan yang terlalu abstrak, misalnya: "ingin hidup bahagia", "ingin kehidupannya lebih baik", "ingin memperbaiki nasib". Lalu, halangan tokoh bisa bermacam-macam, tidak cuma dalam bentuk tokoh antagonis, tapi bisa suatu keadaan yang menghalangi. Dan, resolusi atau penyelesaian itu tidak sama dengan tokoh berhasil mencapai tujuan. Misalnya, resolusi tokoh di contoh premis 1 adalah bisa kembali berkompetisi dan menang. Nah, bisa saja nanti di cerita dituliskan ternyata Nia bisa berkompetisi kembali, tapi dia tetap tidak menang.

Kurang lebih begitu cara menulis premis. Yang terpenting setelah mengetahui teorinya adalah rajin berlatih menulis premis. Bisa juga coba membuat premis dari novel yang sudah terbit.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Sebelumnya, ketika menulis cerita fiksi saya tidak terlalu memerhatikan mau menggunakan plot driven atau character driven. Biasanya lebih fokus ke genre, tokoh, alur, dan POV. Tanpa saya sadari, saya lebih banyak berkutat di plot driven. Lalu, saat kelas menulis skenario Ernest Prakasa, plot driven dan character driven sedikit disinggung. Semenjak itu jadi cari tahu lebih tentang plot driven dan character driven. Apakah itu plot driven dan character driven? Apa perbedaan dari keduanya? Simak penjelasan saya berikut.
Plot Driven Story vs Character Driven Story
©️

Plot Driven

Cerita fiksi yang ditulis menggunakan plot driven umumnya fokus terhadap kejadian eksternal yang akan mendorong cerita terus bergerak. Tujuan dari cerita juga akan lebih eksternal, karena plot driven fokus pada pengembangan situasi. Ciri-ciri cerita plot driven biasanya terdapat plot twist, ada aksi, dan konflik eksternal.

Pada umumnya tokoh di cerita plot driven dipaksa untuk mengambil tindakan cepat. Tindakan tokoh tersebutlah yang akan berdampak ke pengembangan karakter dan plot. Contoh cerita fiksi yang  kerap menggunakan plot driven adalah cerita fantasi, misteri, romance.

Pada cerita plot driven, plot ibaratkan lintasan yang harus diikuti oleh pembaca. Kekuatan utama dari cerita tersebut ya ada pada plotnya. Sebisa mungkin pembaca harus dibawa naik turun agar bisa merasakan sensasi cerita.

Character Driven

Cerita fiksi dengan character driven berfokus pada tokoh dan perubahan internal. Konflik yang terjadi pun adalah konflik internal. Ketika pembaca membaca cerita jenis ini, mereka akan ikut memikirkan perilaku, pikiran, tindakan, perasaan, keputusan, dan perubahan yang terjadi terhadap tokoh. Hal-hal internal tokoh itulah yang akan membentuk keseluruhan cerita.

Saya sempat bereksperimen membuat cerita pendek menggunakan character driven. Cerita tersebut bisa dibaca di sini. Cerita tersebut menggunakan POV orang pertama, karena menurut saya akan lebih leluasa menggambarkan pikiran dan perasaan si tokoh. Jadi lebih deep, karena yang berbicara si tokoh itu sendiri.

Jadi, sebelum menulis cerita pilih dulu faktor pendorong cerita, mau plot driven atau character driven. Lalu bereksperimenlah dengan tulisanmu.

Terima kasih telah berkunjung di Melalui Ruang. Silakan tinggalkan komentar. Mari berdiskusi!
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Di artikel sebelumnya saya sempat membahas writing platform di Indonesia, salah satunya GWP (klik di sini). Namun di saat itu tampilan GWP masih lawas, sekarang GWP telah bertransformasi dengan tampilan yang lebih fresh. Alamat situs yang semula gwp.co.id pun berganti menjadi gwp.id.

Gramedia Writing Project

Sebelum membahas perbedaan GWP dulu dan sekarang, kenalan sebentar yuk dengan GWP. Apa sih GWP itu? Gramedia Writing Project alias GWP adalah
platform menulis yang dinaungi oleh Gramedia. Siapa pun yang menulis di GWP memiliki kesempatan diterbitkan karyanya dalam bentuk digital ataupun cetak oleh penerbit yang tergabung dalam Gramedia. Penerbit tersebut adalah Gramedia, Elexmedia, Grasindo, BIP, KPG, dan M&C. Satu lagi ada Rekata (bukan penerbit). Sejauh pengetahuan saya, Rekata itu yang memproduksi short movie Tak Ada yang Gila di Kota Ini. Dengan banyaknya penerbit yang bergabung, maka peluang penulis agar tulisannya dilirik penerbit tentu besar ya.

Apa bedanya GWP yang dulu dan sekarang?

Situs GWP yang baru memiliki interface lebih menarik. Selain itu ada tambahan fitur langganan cerita, mengikuti, dan notifikasi. Kalian bisa berlangganan cerita yang ingin kalian baca dan melihatnya kembali di pilihan koleksiku. Jika masuk ke profil tampilannya akan seperti di bawah ini (tampilan jika log in ke akun anda). Di profil menampilkan deskripsi/bio dan jumlah cerita yang kalian tulis, baik yang sudah kalian published atau yang masih berupa draft. Kalian juga bisa menautkan akun media sosial di profil.

Gramedia Writing Project

Ketika kalian membaca cerita, pada setiap bab akan ada fitur vote dan komentar. Daftar bab dalam cerita juga ditampilkan, sehingga memudahkan untuk memilih bab. Sayangnya, masih ada beberapa kekurangan, terutama ketika menulis. Terkadang muncul simbol-simbol di bagian tertentu, jika tulisan disalin dari Word. Lalu, kata-kata yang semula italic ataupun bold pun berubah, sehingga harus diedit lagi satu per satu. Tentu hal itu membuat tidak efisien.

Untuk saat ini GWP belum tersedia dalam bentuk aplikasi di mobile, tentunya sedang proses pengembangan. Situs GWP pun juga masih dalam perbaikan terus menerus agar penulis dan pembaca nyaman ketika menulis ataupun membaca.

Bagi kalian yang sudah memiliki akun di situs GWP yang lama, jangan khawatir, akun kalian tidak hilang. Kalian bisa log in dengan akun lama tersebut. Tulisan-tulisan yang dulu juga masih ada di situs baru ini. Jika kalian belum punya akun GWP buruan bikin.

Harapan saya ke depan semoga web GWP lebih mobile friendly, secara saya lebih sering nulis lewat HP daripada laptop. Apalagi di web GWP ini saya pertama kali mengunggah cerita fiksi yang saya tulis. Sebelumnya juga punya akun Wattpad, tapi hingga saat ini belum ada cerita yang saya unggah. Sementara itu, di web GWP ada tiga cerita yang saya unggah. Salah satunya cerita horor misteri yang berjudul Piala Kehormatan. Silakan klik di sini kalau mau membaca cerita saya.

Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya, jangan sungkan untuk meninggalkan komentar.
Share
Tweet
Pin
Share
2 comments
Ketika saya mendapat informasi Ernest Prakasa akan mengadakan kelas menulis skenario di Semarang saya langsung excited. Biasanya kelas-kelas seperti ini kan lebih banyak ada di Jakarta atau kota lainnya. Entah di Semarang kok jarang tahu, apa saya yang kudet atau gimana. Jadi untuk mengikuti kelas Ernest ini bisa gratis kalau mengikuti jalur beasiswa, tapi saat saya tahu infomasi tersebut waktu submit jalur beasiswa sudah kelewat. Saya pun mengikuti jalur reguler. Kapan lagi kan ada kelas seperti ini, saya tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini.

Kelas menulis skenario di Semarang diadakan pada 13 Oktober 2019 di ballroom Hotel Grasia, dari pukul 09:00 - 13:00. Saya hadir setengah jam sebelum kelas dimulai. Saat itu masih sepi banget, hanya ada saya lalu peserta lain pun satu persatu datang. Kami masuk ke dalam ruangan dan mengisi daftar kehadiran. Di ujung ruang juga disediakan snack dan minuman.

Posisi kursi diatur membentuk huruf U, saya langsung duduk paling depan dong. Saat itu belum kenal siapa-siapa, terus kenalan sama beberapa peserta yang duduk sampingan. Ngobrol-ngobrol sebentar sebelum kelas dimulai.

Kelas dimulai tepat pukul 09:00, saat itu ada satu atau dua peserta yang belum hadir, mungkin karena dari luar Semarang. Kemudian kelas dimulai, pertama-tama Ko Ernest menanyakan kepada peserta tentang pengalaman menulis kami. Ada yang pernah menulis blog, story board, dan menulis cerita di Wattpad.

Lanjut, topik pertama yang dibicarakan mengenai premis, lalu karakter, tujuan, dan 8 sequences. Cara Ko Ernest menyampaikan materi sangat mudah dipahami. Di sela-sela topik tersebut juga dilakukan diskusi dan tanya jawab. Peserta juga latihan membuat premis. Saya sempat membacakan premis yang saya buat dan Ko Ernest mengomentari.

Kelas Menulis Skenario Ernest Prakasa Semarang
Suasana Kelas (dokumentasi pribadi, ©)

Kelas yang berlangsung selama empat jam itu sama sekali tidak membosankan. Malah tidak terasa lama, tahu-tahu sudah selesai (padahal masih ingin lanjut). Istirahat hanya sebentar saat adzan.

Di penghujung kelas Ko Ernest sedikit menjelaskan tahap pembuatan skenario. Peserta juga bisa mengirimkan premis dan sinopsis ke alamat emailnya. Sinopsis tersebut akan dikomentari, andai ceritanya menarik tidak menutup kemungkinan bisa diteruskan ke produser. Kemudian, peserta mendapat sertifikat sebagai tanda telah mengikuti kelas menulis skenario tahap pemula. Sebelum pulang kami berfoto-foto.

Seusai mengikuti kelas menulis tersebut mata saya lebih terbuka tentang struktur cerita untuk film. Nanti kalau nonton film Perempuan Tanah Jahanam mau coba bedah pakai ilmu yang sudah didapat di kelasnya Ko Ernest. Haha… Walapun tidak semua cerita memakai struktur yang sama. Misalnya untuk film pendek strukturnya akan lebih sederhana.

Itulah pengalaman saya mengikuti kelas menulis skenario Ernest Prakasa, ilmunya benar-benar worth it dan sebenarnya tidak selalu untuk skenario saja, tapi menurut saya bisa diaplikasikan juga untuk menulis novel. Jangan lupa tinggalkan komentar di bawah tentang pengalaman menulis kalian. Terima kasih.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Di akhir bulan September saya menulis dua cerpen dan satu novel. Tujuannya untuk ikutan kompetisi dan latihan nulis tentu saja. Cerpen pertama yang saya selesaikan berjudul Reverse dengan genre fantasi. Reverse saya tulis untuk lomba yang diselenggarakan oleh penerbit indie Inspo Creative. Syarat halaman cerpen lumayan banyak sejumlah 16 halaman tidak boleh lebih atau kurang.


Cerpen kedua yang saya selesai tulis berjudul Pejuang Penantian di Kota Mati. Cerpen tersebut saya tulis untuk mengikuti kompetisi yang diadakan oleh Hipwee. Gara-gara ikut kompetisi tersebut, saya jadi tahu ternyata siapa pun bisa berkontribusi nulis di Hipwee. Selama ini kenalnya dengan blog dan writing platform kayak GWP, Storial, Wattpad. Di Hipwee artikel yang ditulis tidak langsung terbit, ada tahapan penyuntingan oleh editor. Apakah artikel sudah layak atau belum, karena ada ketentuan-ketentuan yang harus diikuti saat mengunggah artikel.



Cerpen Pejuang Penantian di Kota Mati ini menyesuaikan tema dari Hipwee, yaitu ‘Menunggu’. Awalnya bingung mau dibuat seperti apa, menunggu itu kan banyak ya, menunggu kepulangan seseorang; pekerjaan; calon suami/istri; dan hal-hal yang diharapkan lainnya. Genrenya kebetulan juga bebas, jadi banyak eksplorasi. Syukurlah saya selesai menulisnya sebelum date line berakhir di tanggal 9 Oktober. Silakan kunjungi link berikut kalau mau membaca Pejuang Penantian di Kota Mati.



Nah novel yang saya tulis di akhir September dan sekarang masih lanjut, berjudul Pembunuh Bayaran. Novel Pembunuh Bayaran saya tulis untuk mengikuti kompetisi Storial dengan tema Dark Secret. Sudah kebayang dong ceritanya bakal kelam. Genre yang masuk ke kompetisi Dark Secret ini adalah horor, thriller, dan misteri. Yang kelam gini genre favorit saya banget, mana mungkin saya lewatkan. Saya pilih genre thriller (padahal sih belum pernah nulis thriller), walaupun mungkin Pembunuh Bayaran ini bisa masuk ketiga genre tersebut. Kalau penasaran dengan cerita ini bisa klik di sini.


Kompetisi Storial Dark Secret berakhir di akhir Oktober 2019, jadi buruan yang tertarik ikutan. Kalian bisa periksa syarat-syaratnya di blog Storial.



Ngomong-ngomong, selain genre favorit di Dark Secret ini tantangannya luar biasa menurut saya. Apa lagi kalau bukan jumlah kata yang minimal 35.000 kata. Kalau sudah punya naskah lumayan ya, tidak ngos-ngosan banget. Kalau yang belum? Mari maraton bareng-bareng!



Saya termasuk yang tidak bisa sekali nulis langsung bagus atau kalau buru-buru sudah pasti ancur. Tapi nulis tetap dibawa enjoy, karena sejatinya nulis untuk kesenangan dan ketenangan. Semoga saya bisa menyelesaikan novel Pembunuh Bayaran tepat waktu (berdoa).



Sebenarnya ada satu novel lagi yang saya selesaikan tanggal 3 September, tapi itu prosesnya lama banget. Diceritain lain waktu saja kalau menang lomba (Amin amin amin).



Sudah nulis apa sajakah kalian di bulan September - Oktober ini? Komentar di bawah ya. Terima kasih sudah berkunjung.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sub- (bentuk terikat) memiliki arti bawah, dekat, agak. Sementara itu, genre (Sas) memiliki arti sebagai jenis, tipe, atau kelompok sastra atas dasar bentuknya, ragam sastra. Untuk lebih mudah dipahami saya mengartikan subgenre sebagai turunan dari suatu genre.

Subgenre dalam novel jika didata jumlahnya tentu sangat banyak. Salah satu contohnya sains fiksi saja memiliki subgenre seperti cyberpunk, steampunk, clockpunk, biopunk; belum genre lain juga memiliki subgenre. Kalian bisa membuka Goodreads dan dijamin akan menemukan berderet-deret genre dan subgenre novel. Oleh sebab itu untuk menyambung artikel sebelumnya tentang subgenre, maka saya membuat bagian keduanya. Baca juga mengenal subgenre dalam novel bagian pertama di sini. Nah mari simak penjelasan saya berikut ini.

Bildungsroman atau Coming of Age

Novel dengan subgenre bildungsroman atau coming of age menceritakan tentang perkembangan kehidupan tokoh dari ia remaja hingga beranjak dewasa. Cerita ini utamanya fokus pada pembentukan karakter dan pendidikan si tokoh utama saat ia remaja hingga menjadi sosok yang lebih matang. Contoh novel dengan sub genre bildungsroman antara lain, Looking for Alaska oleh John Green, Great Expectations oleh Charles Dickens, The Goldfinch oleh Donna Tarrt.

Chick Lit

Chick literature atau disebut chick lit ternyata bukan termasuk subgenre romance, tapi tidak apa-apa tetap saya bahas di sini. Saya juga baru tahu setelah membaca artikel di Bookriot, sedangkan di Goodreads chick lit termasuk sebagai genre fiksi (berdiri sendiri, bukan turunan). Novel chick lit biasanya memiliki karater utama wanita. Novel chick lit menceritakan tentang kehidupan wanita modern dengan unsur komedi dan kisah yang ringan. Terkadang genre ini dibumbui kisah percintaan, tapi hal tersebut bukan yang utama karena hubungan persahabatan dan keluarga lebih penting. Tidak jarang chick lit juga bercerita tentang patah hati, tapi kebanyakan memiliki akhir cerita yang bahagia. Contoh novel chick lit adalah Screen Queens oleh Lori Goldstein, The Friend Zone oleh Abby Jimenez, Evvie Drake Starts Over oleh Linda Holmes.

Sick Lit

Sick literature atau disebut sick lit merupakan subgenre yang berfokus pada kisah tokoh yang mengalami penyakit mental, kecenderungan menyakiti diri sendiri dan bunuh diri, atau tentang kematian, serta hubungan emosi yang dalam. Menurut Goodreads novel yang termasuk dalam sick lit adalah The Fault in Our Stars oleh John Green, Everything Everything oleh Nicola Yoon, Me Before You oleh Jojo Moyes.

Dark Fantasy

Dark fantasy adalah subgenre dari fantasi yang pada umumnya menceritakan tentang cerita fantasi yang memiliki elemen horor (Pada artikel Macam-macam Genre Novel saya sempat menyebutkan bahwa suatu novel bisa memiliki genre campuran.). Dark fantasy bisa juga disebut sebagai supernatural horror. Namun dark fantasy tidak hanya berhubungan dengan cerita fantasi-horor. Cerita dengan tokoh utama yang tidak memiliki sifat kepahlawanan atau moral yang ambigu bisa dikategorikan sebagai dark fantasy. Contoh novel dark fantasy antara lain, Coraline oleh Neil Gaiman, The Gunslinger oleh Stephen King, dan The Blade Itself oleh Joe Abercrombie.

Cyberpunk

Novel cyberpunk umumnya berkisah tentang dunia dengan teknologi serba canggih, tapi kehidupan sosial manusia di dunia tersebut justru mengalami kemerosotan. Konflik di dalam novel cyberpunk berhubungan erat dengan perusahaan raksasa, kecerdasan buatan, hacker, serta kehidupan radikal masyarakat. Contoh novel dengan sub genre cyberpunk antara lain, Altered Carbon oleh Richard K. Morgan, Ready Player One oleh Ernest Cline, Blade Runner oleh Philip K. Dick.

Biopunk

Biopunk menceritakan tentang revolusi bioteknologi sebagai konsekuensi dari kemajuan teknologi rekombinasi DNA. Pada umumnya subgenre ini mengisahkan tentang seseorang atau kelompok melawan pemerintah atau perusahaan raksasa yang memegang kendali terhadap kehidupan sosial atau mengambil keuntungan besar-besaran. Kebanyakan tokoh dalam novel biopunk adalah hasil eksperimen. Contoh karya fiksi biopunk adalah The Island of Doctor Moreau oleh H. G. Wells.

Steampunk

Subgenre steampunk sangat berkaitan erat dengan penggabungan teknologi dan desain yang terinspirasi oleh mesin tenaga uap pada industri abad ke 19. Walaupun subgenre steampunk terkadang berkaitan dengan cyberpunk, tapi steampunk memiliki setting pada abad ke 19 era Victorian atau bisa dikenal sebagai retrofuturistik. Contoh novel dengan subgenre steampunk adalah Mortal Engine oleh Philip Reeve dan The Time Machine oleh H. G. Wells.

Jadi ada tidak subgenre di atas yang baru saja kalian dengar? Iya, jika dieksplor lagi genre dan subgenre memang tidak ada habisnya. Bisa jadi kita akan menemukan genre dan subgenre yang asing di telinga kita. Semoga artikel saya ini bisa menjadi pencerahan kalian yang mau mengetahui tentang subgenre karya fiksi. Jika ada kekeliruan tentang penjelasan saya, kalian bisa meninggalkan komentar di bawah, karena saya juga sedang belajar mengenal genre dan subgenre lebih luas. Terima kasih sudah mampir dan menyimak.

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Sebulan lalu Storial baru saja mengadakan kompetisi menulis bertema #HappyGirl dengan date line sebulan. Tentu saja saya tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk ikut kompetisi tersebut. Dan… Saya berhasil menuntaskan tulisan saya. Yeah! Menyelesaikan tulisan yang saya buat dari nol hingga tamat dalam kurun waktu sebulan itu rekor baru saya. Malahan mungkin tidak sebulan penuh, karena ada hari di mana saya tidak menulis sama sekali.

Rupanya berhasil menyelesaikan tantangan dari Storial sangat membahagiakan (Kenapa saya sebut tantangan, ya karena di luar kebiasaan saya menulis.), terlepas nanti akan menang atau tidak saya tetap bangga dengan apa yang telah saya kerjakan.

Bicara mengenai tantangan, usai kompetisi menulis #HappyGirl Storial memberikan tantangan lainnya dong (Thank you Storial). Kompetisi kali ini bertema #NulisSukaSuka yang berarti penulis bebas mau nulis novel genre dan tema apa saja. Saya menyambut dengan tangan terbuka tantangan kedua, apa lagi nulis suka-suka jadi bisa memanfaatkan draft di laptop. Tinggal edit-edit alur dan periksa ada bolong logika atau tidak.

Kompetisi #NulisSukaSuka ini memiliki batasan kata minimal 25.000 kata, berbeda dengan #HappyGirl yang minimal 30.000. Berarti harusnya kompetisi ini lebih bisa ditaklukan dong ya. Mari lihat akhir bulan Mei nanti. Kalau kalian berminat mengikuti kompetisi menulis Storial bisa klik di sini.

Saya pribadi senang-senang saja ada tantangan nulis dalam waktu mepet gini, jadi lebih greget. Di balik waktu mepet itu sebenarnya kita juga dilatih untuk menulis secara rutin, berpikir cepat untuk menemukan ide, dan mengatur waktu. Kalau sudah ada stok naskah sih beda cerita, tapi jangan bikin santai-santai. Naskah yang sudah selesai juga perlu diedit agar lebih baik.

Cerita sedikit tentang pengalaman saya nulis #HappyGirl bulan April lalu. Itu benar-benar ngebut banget. Jadi saya baru bikin premis, landmark, outline pada tanggal 3 April 2019. Seharian itu benar-benar mikir mau nulis tentang apa, karena mindset saya itu selalu Young Adult yang ceritanya memang lebih berat daripada Teenlit. Akhirnya make it simple lah, saya mau nulis tentang seseorang yang memperjuangkan impiannya. Tema ini memang sudah banyak, tapi tidak pernah membosankan untuk ditulis.

Walaupun sudah bikin outline, menulis tidak selalu berjalan dengan lancar. Tanggal 21 April 2019 saya masih sampai bab 9. Lalu saya sadar kalau alur cerita #PaintYourHeart terlalu cepat, jadi di tengah-tengah nulis saya tambah sub plot baru dan narasi penjelas ditambahi. Awalnya memang narasi penjelas yang saya bikin kurang banget. Saya memang lebih mengandalkan dialog.

Dari tanggal 21 ke 30 April itu cuma 9 hari dan bab yang belum dibikin ada 17 bab, karena rencana awal mau nulis 26 bab tapi akhirnya jadi 25 bab saja. Tadinya antara yakin atau tidak 9 hari bisa selesai. Kalau dihitung-hitung setidaknya sehari harus bikin 1-2 bab belum juga self editing, apa lagi sekarang saya nulisnya tidak sengebut dulu. Alhasil target tersebut gagal dan yang tadinya sehari harus nulis 1-2 bab berubah jadi 2-3 bab perhari. Karena saya tidak mau menyerah jadi tetap saya bela-belain nulis hingga dini hari (Banyak hal jadi terabaikan seperti cucian dan waktu mandi bahkan urusan perut.). Makanya setelah berhasil selesai saya merasa senang dan lega, akhirnya tantangan pertama berhasil dituntaskan.

Kalau kalian mau baca tulisanku di Storial bisa lihat di sini ya. Jangan lupa tinggalkan komentar. Thank you.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Ini ada apa sih pada ngomongin Happy Girl? Itulah yang terlintas di benak saya waktu berselancar di Twitter atau baca grup Whatsapp. Langsung klik URL yang dibagi sama teman deh. Oh ternyata Storial lagi mengadakan lomba menulis Teenlit yang temanya Happy Girl. (Yang mau tahu info lebih lanjut tentang lomba menulis Storial bisa klik di sini )

Sejujurnya setelah baca aturannya saya mikir keras seharian, cuma untuk menemukan ide yang pas. Disebutkan juga selain tema Happy Girl, novel tersebut juga harus mengandung moral value yang mencerdaskan generasi muda. Jadi tidak melulu cinta cintaan. Novel Teenlit memang ringan, tapi bagi saya ini tantangan besar.

Pertama, novel ini harus diselesaikan selama sebulan. Seingat saya, saya belum pernah nulis novel sampai tamat hanya dalam waktu sebulan. Ditambah lagi saya acak-acak draft di laptop dan tidak ada tema yang nyangkut. Otomatis saya harus nulis dari awal, bikin premis, menentukan opening-closing, landmark, subplot, terus dirangkai jadi outline. Masih memeriksa ada keanehan tidak, kadang kan saya gesrek alurnya suka berantakan, hahaha…

Kedua, tema Happy Girl yang berarti tokoh itu harus ceria, memiliki aura positif, apa lagi ini Teenlit berarti harus remaja banget. Sementara itu, saya kan kalau bikin cerita ada saja gitu sentuhan creepy-nya (Ya kan saya suka misteri dan horor) atau bikin konflik yang lumayan berat (Terus kesasar sendiri). Serba bertolak belakang pokoknya. Selain itu karena saya sudah tidak remaja lagi takutnya jadi kurang luwes dalam menyampaikan cerita.

Namun justru tantangan-tantangan tersebut yang membuat saya ingin terus maju, menantang diri saya keluar dari zona nyaman. Banyak kok yang bisa nulis novel sebulan selesai, kenapa saya tidak? Banyak juga yang bisa nulis novel Teenlit yang tidak hanya ringan tapi juga mengandung pesan moral, kenapa saya tidak?

Jadi saya putuskan untuk ikut kompetisi menulis yang diadakan Storial dan Nulis Buku. Sayang banget kan lomba menulis sekece ini dilewatkan, apa lagi jika menang bisa mendapat kesempatan novel diterbitkan. Ini sih yang saya incar, karya saya bisa diterbitkan.

Mari ramaikan kompetisi menulis ini kalian yang memiliki impian menjadi penulis. Jangan cuma simpan karya di komputer untuk diri kalian sendiri. Sudah banyak platform menulis online sebagai wadah, silakan diupload di sana. Dan, jangan lupa mampir ke cerita saya: Paint Your Heart

Kasih komentar kalian, kalau suka dikasih bintang, syukur-syukur disubscribe. Thank you.
Share
Tweet
Pin
Share
2 comments

Cara Mengatasi Writer's Block

Siapa sih yang tidak pernah mengalami writer's block, mostly orang-orang yang melakukan kegiatan menulis pasti pernah mengalami ini. Termasuk saya. Saya akan membagikan bagaimana cara saya mengatasi writer's block yang datangnya tidak sekali dua kali. Beberapa cara mungkin bisa berhasil atau tidak bagi kalian, semuanya kembali ke individu masing-masing.


Mencari Suasana Baru
Kadang jika tempat kerja kita di situ-situ saja terus akan muncul rasa jenuh yang mungkin bisa berakibat pada kinerja saat menulis. Saya sempat mencoba untuk menulis di tempat lain, misalnya kedai kopi atau yang sederhana ubah saja lokasi menulis yang ada di rumah. Tadinya menulis di meja kerja bisa pindah ke ruang tengah, ruang tamu, atau teras. Iya sesimpel itu. Intinya mencari suasana baru yang nyaman.


Membaca
Sudah dipaksa-paksa mau nulis tapi tetap tidak bisa, berhenti dulu. Saya sendiri bisa melakukan banyak aktivitas lain, salah satunya membaca buku. Mengingat membaca buku juga bisa menambah kosa kata, kita juga bisa membedah buku yang kita baca. Dari situ siapa tahu kita menemukan trik untuk menulis. Tidak hanya membaca buku, kalian juga bisa membaca artikel-artikel di internet. Bisa jadi kalian menemukan ide, lalu bisa lanjut menulis lagi.


Menonton Film
Ini refreshing banget, tapi jangan keterusan tulisannya dianggurin kelamaan kan kasihan dia penginnya diapelin (Ya ampun joke-ku receh). Seperti membaca, menonton juga bisa membantu kita menemukan inspirasi yang mungkin diperlukan untuk tulisan kita. Nonton film-film komedi juga bisa menghilangkan stress yang ditimbulkan karena tak kunjung menemukan ide untuk menulis atau stuck.


Melakukan Hobi Lain
Selain membaca dan menonton film kalian bisa melakukan hobi lainnya, contohnya olahraga, menggambar, memasak, mendaki gunung, dll. Kalau saya pribadi paling menggambar, walaupun tidak jago tapi lumayan membuat recharge pikiran buat nulis. Kadang olahraga dan masak juga. Paling suka olahraga badminton atau naik sepeda keliling kompleks.


Mengingat Kembali Komitmen Awal
Apa tujuan kalian menulis? Ingat itu baik-baik. Cuma mau ikut-ikutan orang lain atau karena memang suka nulis dan ada impian yang menunggu untuk diwujudkan. Kalau kalian tidak memiliki alasan kuat, coba merenung dulu deh. Saya memiliki impian untuk menjadi penulis fiksi, jadi kalau ada kompetisi saya berusaha untuk selalu berpartisipasi. Ok minimal saya punya rencana dan naskah. Nah tinggal prosesnya saja gimana. Tentu writer's block kadang mampir. Saya mengingatkan kembali pada diri saya, “Pokoknya saya harus ikut kompetisi ini!”. Walaupun hasilnya tidak seperti yang saya harapkan, at least saya menyelesaikan naskah saya. Saya bisa melatih diri saya untuk rutin menulis. Saya bisa belajar dari kesalahan, lalu memperbaiki tulisan saya.


Diskusi Bersama Teman
Memotivasi diri sendiri mungkin sulit atau tidak selalu berhasil, nah saatnya kalian membutuhkan bantuan orang lain. Kalian bisa hangout bareng teman ngobrol banyak hal dari a sampai z. Melalui interaksi dengan teman ketegangan dalam diri kalian bisa hilang. Teman kalian mungkin bisa memberikan inspirasi ataupun semangat.


Kira-kira itu hal-hal yang biasanya saya lakukan untuk mengatasi writer's block. Saya bisa mengatasi writer's block, kalian pasti juga bisa. Jangan menyerah atau berpikir tidak bakat menulis, tetaplah menulis. Orang bisa menjadi pro itu karena latihan.


Jangan lupa tinggalkan komentar, komentar kalian sangat berarti buat saya. Terima kasih telah berkunjung.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Sebelumnya saya sudah pernah memberikan contoh dan penjelasan tentang genre cerita fiksi, bisa dibaca di sini. Genre tersebut selanjutnya bisa dikelompokkan lagi menjadi sub genre. Sub genre dalam cerita fiksi bermacam-macam, tapi saya akan menjelaskan empat di antaranya yang familiar bagi saya. Sebagian penjelasan saya dapat dari kelas diskusi dalam komunitas menulis. Silakan simak penjelasan berikut.

Teenlit

Cerita Teenlit sangat dekat dengan dunia remaja, dari namanya saja Teenlit yaitu teen literature. Tokoh utama dalam cerita Teenlit sudah pasti seorang remaja. Ceritanya berkisar di dunia sekolah, persahabatan, dan keluarga. Konflik yang disajikan pun tidak kompleks. Bahasa yang digunakan ringan. Contoh novel Teenlit adalah Twinwar oleh M. Dwipatra, Things About Him oleh Nara Lahmusi, Caramellove Recipe oleh Lia Nurida.

Young Adult

Cerita Young Adult atau biasa disingkat YA tokoh utamanya sudah bukan anak remaja lagi, kalau pun remaja biasanya hampir lulus SMA. Konflik yang disuguhkan pun lebih kompleks daripada Teenlit. Contoh novel YA adalah Halo Tifa oleh Ayu Welirang, Enigma Pasha oleh Akaigita, Breaking Point oleh Pretty Angelia.

Metropop

Cerita Metropop mengisahkan kehidupan wanita urban, macam dunia perkantoran, kehidupan pergaulan yang modern. Ending cerita pada Metropop tidak harus bahagia. Latar belakang tokoh dijelaskan dengan kuat. Misalnya tokoh wanita bekerja di bank, maka pekerjaan wanita tersebut dan situasi tempat kerja dijelaskan  dengan detail. Contoh novel Metropop adalah Resign oleh Almira Bastari, Critical Eleven dan Antologi Rasa oleh Ika Natassa.

Amore

Tokoh utama cerita Amore harus wanita dan ending cerita harus bahagia. Amore bercerita tentang kisah cinta yang sempurna dan lebih fokus terhadap perasaan. Alurnya juga terbilang sederhana, misalnya wanita bertemu dengan pria lalu jatuh cinta; pacaran; tarik ulur; bertengkar; baikan/bertemu kembali; happy ending. Contoh novel Amore adalah Cinta Akhir Pekan oleh Dadan Erlangga, Eleanor oleh Arumi E., Jodoh Terakhir oleh Netty Virgiantini.

Setelah saya perhatikan koleksi buku saya dan mengingat kembali judul buku yang pernah saya pinjam dari perpustakaan, saya simpulkan saya belum pernah baca cerita Amore. Cuma bukan sub genre favorit saja sih. Saya akui saya memang memilih membaca buku yang ingin saya baca atau genre yang memang saya sukai. Mungkin beberapa orang berpikir jika baca genre itu-itu saja maka jenis bacaan tidak akan berkembang. Namun bagi saya waktu membaca itu sempit, sedangkan buku yang ingin dibaca banyak.

Selain keempat sub genre di atas sebenarnya masih banyak genre lain seperti Chicklit, Citylite, Bildungsroman atau coming-of-age, Sicklit, dll. Hanya saja sub genre tersebut memang kurang familiar buat saya. Bildungsroman saya pernah baca sih, contohnya Looking for Alaska. Next time deh saya akan buat penjelasan sub genre part 2.

Bagi kalian yang ingin menanyakan lebih lanjut tentang empat genre yang baru saja saya jelaskan bisa tinggalkan pesan di kolom komentar. Atau jika kalian memiliki penjelasan lebih lengkap jangan sungkan untuk berbagi. Terima kasih telah berkunjung.
Share
Tweet
Pin
Share
3 comments
Saat ini banyak platform menulis online yang bisa dijadikan wadah untuk menulis. Empat di antaranya yang populer di Indonesia adalah Wattpad, GWP, Storial, dan Sweek. Menulis di platform memiliki kelebihan tersendiri. Kita bisa melatih kemampuan menulis, langsung tahu gimana respon pembaca, bisa punya banyak kenalan atau partner yang mungkin punya selera bacaan sama, kalau karya kita bagus bisa dilirik editor. Kelebihan yang terakhir pastinya yang diimpikan banyak orang yang bercita-cita jadi penulis (Saya juga.).

Intinya banyak manfaat yang bisa kita peroleh dari menulis. Contohnya saya sempat mengikuti kompetisi menulis di GWP dan saya bisa mengikuti pelatihan menulis yang dimentori oleh penulis-penulis hebat. Kalian bisa membaca lebih lanjut pengalaman saya mengikuti kelas menulis tersebut di sini. Selanjutnya simak ulasan saya tentang keempat platform menulis online yang populer berikut.

Wattpad

Siapa yang tidak tahu Wattpad sih, pasti nama ini sudah tidak asing di telinga kalian. Banyak buku yang terbit awalnya berasal dari Wattpad. Beberapa buku bahkan tertulis di sampulnya ‘sudah dibaca sekian juta kali di Wattpad’. Tapi saya sendiri baru baca satu buku yang memang awalnya di tulis di Wattpad (Resign karya Almira Bastari).

Meskipun saya memiliki akun di Wattpad, tapi akun saya tampaknya sudah lumutan. Cuma kadang-kadang saja log in kalau mau baca cerita punya teman. Entahlah saya kurang suka dengan interface Wattpad, mungkin saya yang kurang canggih.

Bulan lalu saya sempat ketemu sama teman-teman buat sharing. Kebetulan salah satu teman masuk 10 besar kompetisi menulis bergengsi dan harus posting cerita di Wattpad. Pasaran cerita fiksi di Wattpad sepertinya kebanyakan dari kalangan remaja. Dan, para remaja itu lebih suka dengan cerita yang renyah serenyah kerupuk dan bahasa santai. Buat kami yang sudah terlalu tua dan selalu kepikiran kata baku KBBI kurang nyampe deh. Hahaha… Namun, bagi kalian yang suka menulis genre lain tidak masalah, platform ini patut dicoba. Pembacanya juga lebih banyak daripada tiga platform lainnya. Jadi kalau bisa promosi dengan baik dan saling kunjung pasti tulisan tetap ramai dibaca.

GWP (Gramedia Writing Project)

Dibaca dari namanya saja sudah tahu ya platform menulis online ini milik PT. Gramedia Pustaka Utama. Banyak juga lho novel terbitan Gramedia berawal dari posting di platform ini. Bahkan Gramedia juga rutin membuat kompetisi menulis, GWP batch 1 - 3, saya sendiri mengikuti yang batch 3.

Jika sasaran penerbit yang kalian ingin tembus adalah Gramedia, saya sarankan rajin posting cerita di GWP dan jangan lupa mention ke twitter GWP. Siapa tahu ada editor yang lagi jalan-jalan di situs tsb lihat cerita kamu menarik.

Dibandingkan sama Wattpad saya lebih aktif bikin cerita di GWP. Di GWP saya sudah nulis tiga cerita, lumayanlah. Berbeda dengan tiga platform lainnya, di GWP tidak ada sistem follower, like, notification. Jadi tampilan cerita yang diterbitkan hanya rating, viewer, dan comment; yang menurut saya itu justru lebih simple. Saya juga suka interfacenya. Hanya saja karena tidak ada sistem follow dan subscribe, maka kita tidak tahu kapan cerita yang kita suka update kecuali kita rajin memeriksa judul cerita tersebut.

Storial

Storial juga memiliki sistem yang berbeda. Cerita yang diterbitkan di Storial bisa dibuat berbayar mulai dari bab 6. Jika bab berbayar kalian ada yang baca, maka kalian akan mendapat royalti yang berupa koin. Minimal penarikan royalti adalah 800 koin. Ini hampir mirip sama Cabaca sih, kalau Cabaca istilahnya kerang bukan koin.

Sebaliknya jika kalian ingin membaca bab yang berbayar kalian harus membayar menggunakan koin. Kalian bisa mengisi koin kalian melalui transaksi ATM atau kartu kredit. Harga koin paling murah adalah Rp. 20.000; untuk mendapatkan 100 koin dan yang termahal Rp. 125.000; untuk mendapatkan 800 koin.

Tapi untuk penulis yang belum populer jangan dulu deh bikin bab berbayar. Saya sendiri baru menulis tiga cerita dan belum ada yang saya buat berbayar karena memang cuma mau share karya saya (Juga belum populer haha…). Penulis populer macam Bernard Batubara juga menulis di Storial. Banyak penulis yang sudah punya buku tetap menulis di platform ini.

Sweek

Awal saya tahu Sweek karena ada kompetisi yang diadakan di Grasindo tahun 2018. Sweek ini terbilang baru karena baru launching tahun 2016. Seperti Wattpad, Sweek juga berbasis internasional.

Sama dengan Wattpad dan Storial, Sweek memiliki sistem follower, like, rating, dan comment. Kalian juga bisa mengikuti cerita yang kalian sukai, tapi istilah yang dipakai di sini bukan subscribe tapi follow cerita. Di Sweek juga tidak ada cerita berbayar sejauh yang saya tahu.

Fitur lain yang dimiliki Sweek adalah self publishing. Cerita yang kalian terbitkan di Sweek bisa dibukukan dan dijual secara online melalui channel kalian, website atau media sosial. Saya belum pernah coba sih self publishing di sini, jadi kurang tahu detailnya.

Sweek juga mengadakan kompetisi rutin, bisa kolaborasi dengan penerbit bisa juga dari Sweek sendiri. Kalau kompetisi dari Sweek biasanya hadiahnya dalam dolar. Kompetisi menulis saat ini yang masih berjalan adalah #MikroBumi, yaitu menulis flash fiction tentang Bumi. Hadiahnya lumayan 50 dolar.

Nah itu keempat platform menulis online yang populer di Indonesia. Saya punya akun di masing-masing platform tersebut dan sejauh ini saya lebih suka posting di GWP dan Storial, meskipun tidak serame Wattpad. Di Sweek akhir-akhir ini baru posting dua flash fiction, tadinya ada satu novel tapi karena mau coba dimasukin ke penerbit jadi saya unpublished.

Jika kalian memiliki pertanyaan lebih lanjut tentang keempat platform tersebut bisa tinggalkan di kolom komentar. Kalau saya tahu pasti saya jawab. Terima kasih.

Silakan mampir ke akun saya:
Sweek: WenniPratiwi
Storial: WenniPratiwi
GWP: WenniPratiwi
Wattpad: WenniPratiwi

Share
Tweet
Pin
Share
3 comments
Di artikel sebelumnya saya sudah menulis mengenai Gramedia Writing Project (GWP). Nah, tahun ini GWP mengadakan lomba menulis novel dengan kategori teenlit dan young adult. Pendaftaran mulai dibuka bulan Januari, tapi saya baru tahu akhir Februari (untung nggak ketinggalan). Meskipun sudah tahu dari bulan februari, saya baru daftar akhir bulan Maret. 

Lumayan banyak naskah yang diposting di GWP, sekitar 456 kalau nggak salah (pokoknya lebih dari 400). Naskah-naskah tersebut bakal disaring dan yang tersaring bisa ikut Expert Writing Class. Setelah nunggu-nunggu akhirnya pengumuman keluar bulan Mei. Senang banget waktu tahu saya masuk pada tahap seleksi. Jumlah yang masuk seleksi ada 90 orang. Memang lebih banyak dari GWP sebelumnya.

Sembilan puluh peserta yang masuk seleksi tahap I ini wajib mengirimkan naskah lengkap sebagai syarat bisa mengikuti Expert Writing Class. Saya langsung semangat buat nerusin naskah dong. Sebelum date line yang ditentukan sudah dikirim.

Kapan pengumuman pemenang? Nah, ternyata diumumin saat Expert Writing Class, tanggal 22 Juli 2017. Tambah deg-deg deh, tapi excited juga. Gimana nggak, coach yang bakal mengisi Expert Writing Class kece badai, ada Tere Liye; Rosi L. Simamora; Aan Mansyur; Bernard Batubara; dan editor Gramedia Hetih Rusli.

Suasana Sebelum Pembukaan (dokumentasi pribadi)

Dan, setelah bersabar menunggu akhirnya hari itu datang. Acara diadakan di Jakarta Creative Hub, dimulai dari pukul 08.00 – 16.00. Waktu itu saya jalan kaki dari hotel di daerah Tanah Abang ke lokasi (sambil olahraga lah ya). Sampai di sana registrasi, mengisi daftar hadir; dapat name tag; goodie bag; sama snack.

Isi goodie bag dari Gramedia (dokumentasi pribadi)
 
Waktu pertama datang sih cuma celingak-celinguk. Belum ada yang dikenal, meskipun sudah gabung di grup WA GWP3. Terus ngajak kenalan sama kakak-kakak yang juga lagi registrasi, tapi habis itu saya diam seribu bahasa. Mau SKSD, tapi kok nggak bakat. Tapi akhirnya kenal juga sama yang lain.

Acara pun dibuka, diawali oleh sambutan dari Bu Greti selaku GM PT. Gramedia Pustaka Utama.

Ternyata kelas hari itu dibagi jadi 3, saya masuk ke kelompok 2. Kelas pertama kelasnya Aan Mansyur. Iya, Aan Mansyur yang nulis puisi-puisi di film AADC 2. Saya pikir karena Aan Mansyur nulis puisi, beliau bakal memberi contoh tentang sepengal duapengal puisi. Excited kan pagi-pagi disuguhi puisi romantis gitu, ternyata nggak. Beliau membawakan materi mengenai narasi. Kelas bersama beliau cuma berlangsung selama 45 menit dan entah kenapa waktu bergerak dengan cepat. Katakanlah kalau menunggu orang 45 menit itu kan terasa lama banget ya. Yah, mungkin karena memang seru jadi teras cepat aja.

Kelas Aan Mansyur (dokumentasi pribadi)

Selanjutnya kelas Rosi L. Simamora, kalau tahu buku Negeri Para Roh berarti tahu beliau, kalau tahu editor Critical Eleven (Ika Natassa) berarti tahu beliau. Beliau membawakan materi mengenai plot. Dan habis mendengarkan materi dari beliau saya langsung sadar, selama ini suka ngawur bikin plot. Tahu awal dan akhir cerita belum tentu tahu plotnya apa. Cerita dan plot itu pun dua hal yang berbeda. Batin saya waktu itu, ah akhirnya saya dapat pencerahan.

Berikutnya adalah makan siang. By the way, makan siangnya enak dan perut kecil ini kenyang sekali. ^^ Habis makan siang leyeh-leyeh dulu sambil ngobrol-ngobrol sama teman sebelum lanjut kelas lagi. Ada juga yang menggunakan waktu tersebut untuk foto-foto bareng coach. Saya nggak minta tanda tangan atau foto bareng sih. Foto sehabis kelas sama coach dan teman-teman lain sudah cukup kok.

Next, kelasnya Tere Liye yang karyanya lagi banyak digandrungi itu dan sudah banyak difilmkan. Beliau membawakan materi mengenai Ide dan Karakter. Mengutip dari kata-kata beliau, “Ide bisa apa saja, tapi penulis bisa menemukan sudut pandang yang spesial dari ide tersebut.” Nah, ini yang sulit untuk membuat ide yang apa saja itu jadi spesial. Saran beliau sih harus banyak latihan.

Kelas Ci Hetih ini super kilat, cuma 20 menit lho, tapi nagih. Materinya singkat padat jelas. Dibagi jadi beberapa poin yang ditampilkan menggunakan quotes beberapa penulis.

Terakhir adalah kelas bersama Bang Bara. Beliau menyampaikan materi mengenai author’s online presence. Saya belajar bagaimana membangun image sebagai penulis melalui media sosial, lalu bagaimana melakukan promosi yang tepat lewat medsos.

Setelah melewati berbagai rangkaian kelas, akhirnya sampailah di bagian yang paling bikin deg-degan, yaitu pengumuman. Jujur saya nggak punya ekspetasi untuk menang. Ngerasa kalau naskah yang saya tulis memang belum bagus. Dan, memang nggak menang (wkwk). Juara pertama Kak Patra (Twin War), juara kedua Kak Indah (Being 17 Once Again), juara ketiga Kak Rara (A Sweet Mistake), juara harapan pertama Kak Lia (Caramellove Recipe), dan juara harapan kedua Kak Anastasye (Seira dan Tongkat Toar Lumimuut).

Para Pemenang (dokumentasi pribadi)

Terakhir, sebelum pulang, kami sempatkan untuk saling tukar buku sebagai kenang-kenangan. Buku dibungkus koran, biar surprise. Saya bawa 3 buku, jadi berhak ambil 3 buku juga. ^^ Lucunya waktu saya sampai rumah dan buka bungkusan, salah satu novel yang saya dapat sama dengan novel yang sudah saya punya. Jadilah sekarang punya 2 novel yang sama.

Well, itu pengalaman berharga banget bisa mengikuti Expert Writing Class, meskipun nggak menang dan naskah saya nggak dilirik editor, tapi saya tetap senang. Selain mendapat pengalaman dan ilmu, juga bisa dapat teman baru. Itu benar-benar memotivasi saya untuk terus menulis dan memperbaiki tulisan saya. Saya yakin, one day naskah saya akan menemukan rumahnya, seperti yang teman-teman GWP 3 katakan.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Try to be others, this is mistake! Saya baru sadar setelah membaca beberapa jurnal di blog Eka Kurniawan, meskipun tak segamblang itu tapi ini menggiring saya untuk berpikir demikian. Begitu penting bagi seorang penulis nyaman dengan apa yang ditulis. Celakanya belakangan ini saya berusaha menjadi orang lain hanya karena ingin menang lomba menulis. Hasilnya, tentu saja saya tidak menang.

Dalam setahun ada beberapa lomba menulis yang memberikan tema tertentu. Penulis super amatiran seperti saya ini jelas tertarik. Selain bisa untuk latihan juga dapat mengukur semahir apa saya menulis, sejauh mana perkembangan saya. Kebanyakan tema lomba tersebut adalah mengenai percintaan, yang mana saya merasa paling tidak bisa membuat cerita romance. Bahkan dari banyak genre film, genre yang satu ini adalah yang paling tidak saya sukai. Tapi ini membuat saya semakin tertantang untuk membuat cerita romance. Kesalahan saya adalah, saya berusaha menulisnya dengan gaya novel percintaan yang menurut saya laku keras di pasaran, ketimbang menulisnya dengan gaya saya sendiri. Kebodohan tersebut juga terjadi karena saya beranggapan bahwa jika saya dapat menulis cerita seperti yang laku di pasaran itu, saya akan menang.

Setelah kekalahan telak (berkali-kali), saya semakin bertanya-tanya apa sih patokan sebuah karya itu disebut bagus? Saya pikir tulisan saya cukup bagus untuk bisa menang (mungkin semua penulis pernah mikir seperti itu). Dan pertanyaan saya tak pernah terjawab secara pasti. Bahkan saya berusaha menjawab sendiri. Jawabannya, mungkin karena selera (aku suka maka ini yang terbaik); atau karena karya tersebut mudah diterima; atau karena itu laku keras. Entahlah. Yang jelas saya setuju 100% sama kata bang Eka, bahwa setiap penulis harus menemukan cara mereka sendiri untuk menulis. Jangan sampai seperti saya yang berusaha menjadi orang lain, sampai sampai gaya tulisan saya juga. Percaya dengan banyak membaca, menganalisis yang kita baca, dan menulis; saya akan menemukan cara saya sendiri untuk menulis. Never try to be someone else! Yang penting nyaman dengan apa yang ditulis dan cara menulis.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Waktu melihat isi folder bertuliskan ‘writing project’‒yang isinya file lumayan banyak‒saya mengernyitkan dahi. Tidak lain karena sebagian file tersebut hanya saya simpan untuk diri saya sendiri (hanya beberapa file yang waktu itu sempat saya terbitkan secara mandiri). OK, saya memutuskan untuk browsing, kira-kira ada cara lain nggak ya untuk ‘memberdayakan’ file saya ini (ahaha).

Dan akhirnya menemukan situs gwp.co.id, yah hampir serupa sama wattpad. Hanya saja situs tersebut dikelola oleh penerbit mayor, yang tak lain adalah Gramedia. Situs tersebut dimaksudkan untuk menemukan penulis baru. GWP (Gramedia Writing Project) ini sudah ada sejak tahun 2013, dan saya baru tahu akhir-akhir ini (ke mana saja). Tapi nggak ada kata terlambat untuk berkarya ya.

Langsung lah saya menyortir file yang hanya tersimpan di folder itu. Pilihan saya jatuh pada flash fiction yang saya buat setahun yang lalu. Flash fiction tersebut bertema horor dan bisa banget dikembangkan jadi novel. Seharian saya menulis prolog, bab 1, dan bab 2. Dua hari berikutnya saya upload di gwp.co.id. Ceritanya memang belum selesai, tapi sudah excited banget. Bisa check karya saya di link gwp.co.id/piala-kehormatan/, sekalian di-rate kalau punya akun gwp. ^^


Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Genre Novel yang Perlu Kalian Ketahui dan Penjelasannya

Lama tak nge-blog kali ini saya ingin membahas mengenai berbagai genre novel serta penjelasannya. Literatur fiksi memiliki berbagai macam genre, seperti romance, misteri, science fiction, horor, thriller, suspense, humor, dll. Tidak jarang juga ada karya yang mengandung lebih dari satu genre, misalnya genre romance yang dibumbui dengan genre humor, atau genre misteri yang dibumbui dengan genre horor.

Kalau saya selalu suka dengan genre science fiction, fantasi, misteri dan horor. Genre science fiction dan misteri selalu bikin saya ikut berpikir. Sementara genre fantasi membuat saya ikut berimajinasi dan genre horor bikin jantung saya dag-dig-dug. Intinya setiap genre memiliki dampak atau efek berbeda kepada pembaca. Berikut ini penjelasan mengenai genre-genre dalam literatur fiksi.

1. Science fiction
Genre sci-fi pada umumnya mengangkat topik yang berhubungan dengan teknologi atau sains. Kecanggihan teknologi atau kadang cerita yang rumit dalam sci-fi membuat pembaca dituntut untuk lebih berpikir. Kebanyakan tema yang kita temui adalah cerita mengenai time traveler, perjalanan luar angkasa, cyborg, dll. Contoh novel dengan genre sci-fi adalah Time Machine oleh H. G. Wells.

2. Fantasi
Cerita ini berhubungan dengan hal-hal yang diluar akal pikiran dan tidak ada di dunia nyata. Pada umumnya bercerita mengenai suatu negeri khayal dan memiliki tokoh yang tidak biasa misal peri, penyihir, naga, dll. Contoh novel bergenre fantasi adalah The Secrets of the Immortal Nicholas Flamel karya Michael Scott, Harry Potter karya J.K. Rowling, Eragon karya Christopher Paolini, The Lord of The Ring karya J.R.R. Tolkien, dan masih banyak lagi.

3. Thriller
Pada cerita ini tokoh antagonis atau tersangka sudah dapat diketahui dari awal. Lalu, apa serunya kalau tersangka sudah diketahui? Yang membuat cerita ini menarik dan lebih seru adalah aksi-aksi menegangkan dan mengejutkan. Contoh novel bergenre thriller, yaitu The Book of Mirror karya E.O. Chirovici.

4. Suspense
Genre suspense hampir mirip dengan thriller hanya alurnya yang berbeda. Sejak awal tokoh antagonis atau tersangka sudah diketahui. Namun dalam genre ini tidak banyak aksi-aksi menengangkan seperti dalam thriller. Di sini tokoh protagonis dihadapkan pada situasi tidak menguntungkan yang diciptakan oleh tokoh antagonis. Tokoh antagonis akan menekan tokoh protagonis agar melakukan semua perintahnya.

5. Misteri
Berbeda dengan suspense dan thriller, pada cerita misteri tokoh antagonis atau tersangka tidak langsung diketahui. Ini membuat pembaca akan menebak-nebak siapa tersangka dalam suatu cerita. Cerita ini memberikan sensasi penasaran, mencekam, dan penuh tanda tanya. Kebanyakan tema yang ditemukan dalam genre misteri adalah cerita mengenai detektif. Nah, contoh novel dengan genre misteri yang tidak asing di telinga adalah Sherlock Holmes karya Sir Conan Doyle dan karya-karya Agatha Christie dengan tokoh utama Hercule Poirot dan Miss Marple.

6. Horor
Cerita horor pada umumnya berhubungan dengan hal-hal supernatural/gaib atau mitos pada suatu daerah. Alur cerita ini dibuat mencekam dan menakutkan. Biasanya konflik terjadi antara manusia dan makhluk astral. Salah satu contoh novel dengan genre horor adalah Gerbang Dialog Danur karya Risa Saraswati.

7. Romance
Siapa sih yang tidak tahu genre satu ini. Romance adalah genre yang paling banyak diminati di Indonesia, selain humor tentunya. Genre ini bercerita mengenai percintaan atau hubungan asmara yang tidak lepas dari drama.

8. Humor
Genre ini bisa bikin ketawa, jelas namanya saja humor. Bercerita mengenai hal-hal jenaka atau lucu. Contoh cerita bergenre humor adalah karya-karya milik Raditya Dika (Kambing Jantan, Marmut Merah Jambu, Manusia Setengah Salmon, dll); My Stupid Boss yang ditulis oleh chaos@work.

Itu dulu guys penjelasan mengenai genre-genre dalam buku fiksi. Buat kalian yang mau share genre favorit atau penjelasan lebih detail mengenai genre buku boleh banget comment. ^^
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Older Posts

Subscribe To

Posts
Atom
Posts
All Comments
Atom
All Comments

About blog

Sejak 2016, Melalui Ruang membahas buku, dunia literasi, film/tv series, dan kedai kopi yang dikunjungi penulis. Semuanya berasal dari perspektif dan pengalaman penulis.

Categories

Film/TV series (34) Buku (20) Menulis (19) Lainnya (10) Kopi (8)

recent posts

Link Favorit

  • Fiksi Lotus
  • Foodiscuss
  • Peter de Vries Guitar

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates