• Home
  • About
  • Contact
  • Privacy Policy
twitter instagram

MELALUI RUANG

menulis, membaca, menonton

Sebelum mengikuti kelas skenario, saya tidak pernah menulis premis untuk setiap naskah cerita yang salah tulis. Semua cuma berangkat dari ide kasar. Bahkan tidak pernah memetakan dan bikin outline cerita. Tapi, buat saya yang suka ngada-ngada kalau bikin cerita, premis dan outline itu jadi penting, karena bisa digunakan sebagai patokan sekaligus pagar. Selain itu, belakangan ini banyak lomba menulis novel yang mengharuskan mencantumkan premis.

Menurut KBBI premis adalah apa yang dianggap benar sebagai landasan kesimpulan; dasar pemikiran; alasan, asumsi, dan bisa disebut sebagai kalimat atau proposisi yang dijadikan dasar penarikan kesimpulan di dalam logika. Kalau sederhananya menurut saya, premis itu bentuk singkat yang memuat garis besar dari cerita yang kita tulis (lebih singkat dari sinopsis).

Menulis premis ini susah menurut saya, karena kita harus bisa menulis satu kalimat yang menggambarkan keseluruhan cerita. Tapi kalimat itu harus menarik dan mampu membuat editor tertarik dengan cerita yang kita tulis.

Sebenarnya ada banyak versi cara menulis premis. Tapi saya akan membagikan cara menulis yang biasa saya lakukan dan cara ini saya dapatkan dari kelas-kelas menulis yang pernah saya ikuti. Pada dasarnya, premis berisi tokoh yang memiliki tujuan, tapi terhalang oleh sesuatu, lalu tokoh melakukan tindakan agar menemukan penyelesaian masalah.

Contoh:
  1. Nia (tokoh) sangat ingin memenangkan kompetisi menyanyi (tujuan), tapi rivalnya berbuat curang dan memfitnah Nia (halangan), lalu Nia berusaha mengungkapkan kebenaran (tindakan) agar dia bisa kembali berkompetisi dan menang (penyelesaian).
  2. Sekelompok hewan ternak (tokoh) sangat menginginkan kesetaraan dan kebebasan (tujuan), tapi pemilik peternakan amat berkuasa dan jahat (halangan), lalu mereka berusaha mengusir pemilik peternakan (tindakan), agar mereka bisa mendapat kehidupan yang setara dan bebas (penyelesaian).

Perlu diingat, tujuan tokoh mesti jelas dan jangan terlalu general. Dulu saya pernah menulis tujuan yang terlalu abstrak, misalnya: "ingin hidup bahagia", "ingin kehidupannya lebih baik", "ingin memperbaiki nasib". Lalu, halangan tokoh bisa bermacam-macam, tidak cuma dalam bentuk tokoh antagonis, tapi bisa suatu keadaan yang menghalangi. Dan, resolusi atau penyelesaian itu tidak sama dengan tokoh berhasil mencapai tujuan. Misalnya, resolusi tokoh di contoh premis 1 adalah bisa kembali berkompetisi dan menang. Nah, bisa saja nanti di cerita dituliskan ternyata Nia bisa berkompetisi kembali, tapi dia tetap tidak menang.

Kurang lebih begitu cara menulis premis. Yang terpenting setelah mengetahui teorinya adalah rajin berlatih menulis premis. Bisa juga coba membuat premis dari novel yang sudah terbit.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Sebelumnya, ketika menulis cerita fiksi saya tidak terlalu memerhatikan mau menggunakan plot driven atau character driven. Biasanya lebih fokus ke genre, tokoh, alur, dan POV. Tanpa saya sadari, saya lebih banyak berkutat di plot driven. Lalu, saat kelas menulis skenario Ernest Prakasa, plot driven dan character driven sedikit disinggung. Semenjak itu jadi cari tahu lebih tentang plot driven dan character driven. Apakah itu plot driven dan character driven? Apa perbedaan dari keduanya? Simak penjelasan saya berikut.
Plot Driven Story vs Character Driven Story
©️

Plot Driven

Cerita fiksi yang ditulis menggunakan plot driven umumnya fokus terhadap kejadian eksternal yang akan mendorong cerita terus bergerak. Tujuan dari cerita juga akan lebih eksternal, karena plot driven fokus pada pengembangan situasi. Ciri-ciri cerita plot driven biasanya terdapat plot twist, ada aksi, dan konflik eksternal.

Pada umumnya tokoh di cerita plot driven dipaksa untuk mengambil tindakan cepat. Tindakan tokoh tersebutlah yang akan berdampak ke pengembangan karakter dan plot. Contoh cerita fiksi yang  kerap menggunakan plot driven adalah cerita fantasi, misteri, romance.

Pada cerita plot driven, plot ibaratkan lintasan yang harus diikuti oleh pembaca. Kekuatan utama dari cerita tersebut ya ada pada plotnya. Sebisa mungkin pembaca harus dibawa naik turun agar bisa merasakan sensasi cerita.

Character Driven

Cerita fiksi dengan character driven berfokus pada tokoh dan perubahan internal. Konflik yang terjadi pun adalah konflik internal. Ketika pembaca membaca cerita jenis ini, mereka akan ikut memikirkan perilaku, pikiran, tindakan, perasaan, keputusan, dan perubahan yang terjadi terhadap tokoh. Hal-hal internal tokoh itulah yang akan membentuk keseluruhan cerita.

Saya sempat bereksperimen membuat cerita pendek menggunakan character driven. Cerita tersebut bisa dibaca di sini. Cerita tersebut menggunakan POV orang pertama, karena menurut saya akan lebih leluasa menggambarkan pikiran dan perasaan si tokoh. Jadi lebih deep, karena yang berbicara si tokoh itu sendiri.

Jadi, sebelum menulis cerita pilih dulu faktor pendorong cerita, mau plot driven atau character driven. Lalu bereksperimenlah dengan tulisanmu.

Terima kasih telah berkunjung di Melalui Ruang. Silakan tinggalkan komentar. Mari berdiskusi!
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Di artikel sebelumnya saya sempat membahas writing platform di Indonesia, salah satunya GWP (klik di sini). Namun di saat itu tampilan GWP masih lawas, sekarang GWP telah bertransformasi dengan tampilan yang lebih fresh. Alamat situs yang semula gwp.co.id pun berganti menjadi gwp.id.

Gramedia Writing Project

Sebelum membahas perbedaan GWP dulu dan sekarang, kenalan sebentar yuk dengan GWP. Apa sih GWP itu? Gramedia Writing Project alias GWP adalah
platform menulis yang dinaungi oleh Gramedia. Siapa pun yang menulis di GWP memiliki kesempatan diterbitkan karyanya dalam bentuk digital ataupun cetak oleh penerbit yang tergabung dalam Gramedia. Penerbit tersebut adalah Gramedia, Elexmedia, Grasindo, BIP, KPG, dan M&C. Satu lagi ada Rekata (bukan penerbit). Sejauh pengetahuan saya, Rekata itu yang memproduksi short movie Tak Ada yang Gila di Kota Ini. Dengan banyaknya penerbit yang bergabung, maka peluang penulis agar tulisannya dilirik penerbit tentu besar ya.

Apa bedanya GWP yang dulu dan sekarang?

Situs GWP yang baru memiliki interface lebih menarik. Selain itu ada tambahan fitur langganan cerita, mengikuti, dan notifikasi. Kalian bisa berlangganan cerita yang ingin kalian baca dan melihatnya kembali di pilihan koleksiku. Jika masuk ke profil tampilannya akan seperti di bawah ini (tampilan jika log in ke akun anda). Di profil menampilkan deskripsi/bio dan jumlah cerita yang kalian tulis, baik yang sudah kalian published atau yang masih berupa draft. Kalian juga bisa menautkan akun media sosial di profil.

Gramedia Writing Project

Ketika kalian membaca cerita, pada setiap bab akan ada fitur vote dan komentar. Daftar bab dalam cerita juga ditampilkan, sehingga memudahkan untuk memilih bab. Sayangnya, masih ada beberapa kekurangan, terutama ketika menulis. Terkadang muncul simbol-simbol di bagian tertentu, jika tulisan disalin dari Word. Lalu, kata-kata yang semula italic ataupun bold pun berubah, sehingga harus diedit lagi satu per satu. Tentu hal itu membuat tidak efisien.

Untuk saat ini GWP belum tersedia dalam bentuk aplikasi di mobile, tentunya sedang proses pengembangan. Situs GWP pun juga masih dalam perbaikan terus menerus agar penulis dan pembaca nyaman ketika menulis ataupun membaca.

Bagi kalian yang sudah memiliki akun di situs GWP yang lama, jangan khawatir, akun kalian tidak hilang. Kalian bisa log in dengan akun lama tersebut. Tulisan-tulisan yang dulu juga masih ada di situs baru ini. Jika kalian belum punya akun GWP buruan bikin.

Harapan saya ke depan semoga web GWP lebih mobile friendly, secara saya lebih sering nulis lewat HP daripada laptop. Apalagi di web GWP ini saya pertama kali mengunggah cerita fiksi yang saya tulis. Sebelumnya juga punya akun Wattpad, tapi hingga saat ini belum ada cerita yang saya unggah. Sementara itu, di web GWP ada tiga cerita yang saya unggah. Salah satunya cerita horor misteri yang berjudul Piala Kehormatan. Silakan klik di sini kalau mau membaca cerita saya.

Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya, jangan sungkan untuk meninggalkan komentar.
Share
Tweet
Pin
Share
2 comments
Ketika saya mendapat informasi Ernest Prakasa akan mengadakan kelas menulis skenario di Semarang saya langsung excited. Biasanya kelas-kelas seperti ini kan lebih banyak ada di Jakarta atau kota lainnya. Entah di Semarang kok jarang tahu, apa saya yang kudet atau gimana. Jadi untuk mengikuti kelas Ernest ini bisa gratis kalau mengikuti jalur beasiswa, tapi saat saya tahu infomasi tersebut waktu submit jalur beasiswa sudah kelewat. Saya pun mengikuti jalur reguler. Kapan lagi kan ada kelas seperti ini, saya tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini.

Kelas menulis skenario di Semarang diadakan pada 13 Oktober 2019 di ballroom Hotel Grasia, dari pukul 09:00 - 13:00. Saya hadir setengah jam sebelum kelas dimulai. Saat itu masih sepi banget, hanya ada saya lalu peserta lain pun satu persatu datang. Kami masuk ke dalam ruangan dan mengisi daftar kehadiran. Di ujung ruang juga disediakan snack dan minuman.

Posisi kursi diatur membentuk huruf U, saya langsung duduk paling depan dong. Saat itu belum kenal siapa-siapa, terus kenalan sama beberapa peserta yang duduk sampingan. Ngobrol-ngobrol sebentar sebelum kelas dimulai.

Kelas dimulai tepat pukul 09:00, saat itu ada satu atau dua peserta yang belum hadir, mungkin karena dari luar Semarang. Kemudian kelas dimulai, pertama-tama Ko Ernest menanyakan kepada peserta tentang pengalaman menulis kami. Ada yang pernah menulis blog, story board, dan menulis cerita di Wattpad.

Lanjut, topik pertama yang dibicarakan mengenai premis, lalu karakter, tujuan, dan 8 sequences. Cara Ko Ernest menyampaikan materi sangat mudah dipahami. Di sela-sela topik tersebut juga dilakukan diskusi dan tanya jawab. Peserta juga latihan membuat premis. Saya sempat membacakan premis yang saya buat dan Ko Ernest mengomentari.

Kelas Menulis Skenario Ernest Prakasa Semarang
Suasana Kelas (dokumentasi pribadi, ©)

Kelas yang berlangsung selama empat jam itu sama sekali tidak membosankan. Malah tidak terasa lama, tahu-tahu sudah selesai (padahal masih ingin lanjut). Istirahat hanya sebentar saat adzan.

Di penghujung kelas Ko Ernest sedikit menjelaskan tahap pembuatan skenario. Peserta juga bisa mengirimkan premis dan sinopsis ke alamat emailnya. Sinopsis tersebut akan dikomentari, andai ceritanya menarik tidak menutup kemungkinan bisa diteruskan ke produser. Kemudian, peserta mendapat sertifikat sebagai tanda telah mengikuti kelas menulis skenario tahap pemula. Sebelum pulang kami berfoto-foto.

Seusai mengikuti kelas menulis tersebut mata saya lebih terbuka tentang struktur cerita untuk film. Nanti kalau nonton film Perempuan Tanah Jahanam mau coba bedah pakai ilmu yang sudah didapat di kelasnya Ko Ernest. Haha… Walapun tidak semua cerita memakai struktur yang sama. Misalnya untuk film pendek strukturnya akan lebih sederhana.

Itulah pengalaman saya mengikuti kelas menulis skenario Ernest Prakasa, ilmunya benar-benar worth it dan sebenarnya tidak selalu untuk skenario saja, tapi menurut saya bisa diaplikasikan juga untuk menulis novel. Jangan lupa tinggalkan komentar di bawah tentang pengalaman menulis kalian. Terima kasih.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Di akhir bulan September saya menulis dua cerpen dan satu novel. Tujuannya untuk ikutan kompetisi dan latihan nulis tentu saja. Cerpen pertama yang saya selesaikan berjudul Reverse dengan genre fantasi. Reverse saya tulis untuk lomba yang diselenggarakan oleh penerbit indie Inspo Creative. Syarat halaman cerpen lumayan banyak sejumlah 16 halaman tidak boleh lebih atau kurang.


Cerpen kedua yang saya selesai tulis berjudul Pejuang Penantian di Kota Mati. Cerpen tersebut saya tulis untuk mengikuti kompetisi yang diadakan oleh Hipwee. Gara-gara ikut kompetisi tersebut, saya jadi tahu ternyata siapa pun bisa berkontribusi nulis di Hipwee. Selama ini kenalnya dengan blog dan writing platform kayak GWP, Storial, Wattpad. Di Hipwee artikel yang ditulis tidak langsung terbit, ada tahapan penyuntingan oleh editor. Apakah artikel sudah layak atau belum, karena ada ketentuan-ketentuan yang harus diikuti saat mengunggah artikel.



Cerpen Pejuang Penantian di Kota Mati ini menyesuaikan tema dari Hipwee, yaitu ‘Menunggu’. Awalnya bingung mau dibuat seperti apa, menunggu itu kan banyak ya, menunggu kepulangan seseorang; pekerjaan; calon suami/istri; dan hal-hal yang diharapkan lainnya. Genrenya kebetulan juga bebas, jadi banyak eksplorasi. Syukurlah saya selesai menulisnya sebelum date line berakhir di tanggal 9 Oktober. Silakan kunjungi link berikut kalau mau membaca Pejuang Penantian di Kota Mati.



Nah novel yang saya tulis di akhir September dan sekarang masih lanjut, berjudul Pembunuh Bayaran. Novel Pembunuh Bayaran saya tulis untuk mengikuti kompetisi Storial dengan tema Dark Secret. Sudah kebayang dong ceritanya bakal kelam. Genre yang masuk ke kompetisi Dark Secret ini adalah horor, thriller, dan misteri. Yang kelam gini genre favorit saya banget, mana mungkin saya lewatkan. Saya pilih genre thriller (padahal sih belum pernah nulis thriller), walaupun mungkin Pembunuh Bayaran ini bisa masuk ketiga genre tersebut. Kalau penasaran dengan cerita ini bisa klik di sini.


Kompetisi Storial Dark Secret berakhir di akhir Oktober 2019, jadi buruan yang tertarik ikutan. Kalian bisa periksa syarat-syaratnya di blog Storial.



Ngomong-ngomong, selain genre favorit di Dark Secret ini tantangannya luar biasa menurut saya. Apa lagi kalau bukan jumlah kata yang minimal 35.000 kata. Kalau sudah punya naskah lumayan ya, tidak ngos-ngosan banget. Kalau yang belum? Mari maraton bareng-bareng!



Saya termasuk yang tidak bisa sekali nulis langsung bagus atau kalau buru-buru sudah pasti ancur. Tapi nulis tetap dibawa enjoy, karena sejatinya nulis untuk kesenangan dan ketenangan. Semoga saya bisa menyelesaikan novel Pembunuh Bayaran tepat waktu (berdoa).



Sebenarnya ada satu novel lagi yang saya selesaikan tanggal 3 September, tapi itu prosesnya lama banget. Diceritain lain waktu saja kalau menang lomba (Amin amin amin).



Sudah nulis apa sajakah kalian di bulan September - Oktober ini? Komentar di bawah ya. Terima kasih sudah berkunjung.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sub- (bentuk terikat) memiliki arti bawah, dekat, agak. Sementara itu, genre (Sas) memiliki arti sebagai jenis, tipe, atau kelompok sastra atas dasar bentuknya, ragam sastra. Untuk lebih mudah dipahami saya mengartikan subgenre sebagai turunan dari suatu genre.

Subgenre dalam novel jika didata jumlahnya tentu sangat banyak. Salah satu contohnya sains fiksi saja memiliki subgenre seperti cyberpunk, steampunk, clockpunk, biopunk; belum genre lain juga memiliki subgenre. Kalian bisa membuka Goodreads dan dijamin akan menemukan berderet-deret genre dan subgenre novel. Oleh sebab itu untuk menyambung artikel sebelumnya tentang subgenre, maka saya membuat bagian keduanya. Baca juga mengenal subgenre dalam novel bagian pertama di sini. Nah mari simak penjelasan saya berikut ini.

Bildungsroman atau Coming of Age

Novel dengan subgenre bildungsroman atau coming of age menceritakan tentang perkembangan kehidupan tokoh dari ia remaja hingga beranjak dewasa. Cerita ini utamanya fokus pada pembentukan karakter dan pendidikan si tokoh utama saat ia remaja hingga menjadi sosok yang lebih matang. Contoh novel dengan sub genre bildungsroman antara lain, Looking for Alaska oleh John Green, Great Expectations oleh Charles Dickens, The Goldfinch oleh Donna Tarrt.

Chick Lit

Chick literature atau disebut chick lit ternyata bukan termasuk subgenre romance, tapi tidak apa-apa tetap saya bahas di sini. Saya juga baru tahu setelah membaca artikel di Bookriot, sedangkan di Goodreads chick lit termasuk sebagai genre fiksi (berdiri sendiri, bukan turunan). Novel chick lit biasanya memiliki karater utama wanita. Novel chick lit menceritakan tentang kehidupan wanita modern dengan unsur komedi dan kisah yang ringan. Terkadang genre ini dibumbui kisah percintaan, tapi hal tersebut bukan yang utama karena hubungan persahabatan dan keluarga lebih penting. Tidak jarang chick lit juga bercerita tentang patah hati, tapi kebanyakan memiliki akhir cerita yang bahagia. Contoh novel chick lit adalah Screen Queens oleh Lori Goldstein, The Friend Zone oleh Abby Jimenez, Evvie Drake Starts Over oleh Linda Holmes.

Sick Lit

Sick literature atau disebut sick lit merupakan subgenre yang berfokus pada kisah tokoh yang mengalami penyakit mental, kecenderungan menyakiti diri sendiri dan bunuh diri, atau tentang kematian, serta hubungan emosi yang dalam. Menurut Goodreads novel yang termasuk dalam sick lit adalah The Fault in Our Stars oleh John Green, Everything Everything oleh Nicola Yoon, Me Before You oleh Jojo Moyes.

Dark Fantasy

Dark fantasy adalah subgenre dari fantasi yang pada umumnya menceritakan tentang cerita fantasi yang memiliki elemen horor (Pada artikel Macam-macam Genre Novel saya sempat menyebutkan bahwa suatu novel bisa memiliki genre campuran.). Dark fantasy bisa juga disebut sebagai supernatural horror. Namun dark fantasy tidak hanya berhubungan dengan cerita fantasi-horor. Cerita dengan tokoh utama yang tidak memiliki sifat kepahlawanan atau moral yang ambigu bisa dikategorikan sebagai dark fantasy. Contoh novel dark fantasy antara lain, Coraline oleh Neil Gaiman, The Gunslinger oleh Stephen King, dan The Blade Itself oleh Joe Abercrombie.

Cyberpunk

Novel cyberpunk umumnya berkisah tentang dunia dengan teknologi serba canggih, tapi kehidupan sosial manusia di dunia tersebut justru mengalami kemerosotan. Konflik di dalam novel cyberpunk berhubungan erat dengan perusahaan raksasa, kecerdasan buatan, hacker, serta kehidupan radikal masyarakat. Contoh novel dengan sub genre cyberpunk antara lain, Altered Carbon oleh Richard K. Morgan, Ready Player One oleh Ernest Cline, Blade Runner oleh Philip K. Dick.

Biopunk

Biopunk menceritakan tentang revolusi bioteknologi sebagai konsekuensi dari kemajuan teknologi rekombinasi DNA. Pada umumnya subgenre ini mengisahkan tentang seseorang atau kelompok melawan pemerintah atau perusahaan raksasa yang memegang kendali terhadap kehidupan sosial atau mengambil keuntungan besar-besaran. Kebanyakan tokoh dalam novel biopunk adalah hasil eksperimen. Contoh karya fiksi biopunk adalah The Island of Doctor Moreau oleh H. G. Wells.

Steampunk

Subgenre steampunk sangat berkaitan erat dengan penggabungan teknologi dan desain yang terinspirasi oleh mesin tenaga uap pada industri abad ke 19. Walaupun subgenre steampunk terkadang berkaitan dengan cyberpunk, tapi steampunk memiliki setting pada abad ke 19 era Victorian atau bisa dikenal sebagai retrofuturistik. Contoh novel dengan subgenre steampunk adalah Mortal Engine oleh Philip Reeve dan The Time Machine oleh H. G. Wells.

Jadi ada tidak subgenre di atas yang baru saja kalian dengar? Iya, jika dieksplor lagi genre dan subgenre memang tidak ada habisnya. Bisa jadi kita akan menemukan genre dan subgenre yang asing di telinga kita. Semoga artikel saya ini bisa menjadi pencerahan kalian yang mau mengetahui tentang subgenre karya fiksi. Jika ada kekeliruan tentang penjelasan saya, kalian bisa meninggalkan komentar di bawah, karena saya juga sedang belajar mengenal genre dan subgenre lebih luas. Terima kasih sudah mampir dan menyimak.

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Older Posts

Subscribe To

Posts
Atom
Posts
All Comments
Atom
All Comments

About blog

Sejak 2016, Melalui Ruang membahas buku, dunia literasi, film/tv series, dan kedai kopi yang dikunjungi penulis. Semuanya berasal dari perspektif dan pengalaman penulis.

Categories

Film/TV series (34) Buku (20) Menulis (19) Lainnya (10) Kopi (8)

recent posts

Link Favorit

  • Fiksi Lotus
  • Foodiscuss
  • Peter de Vries Guitar

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates