Dua Hari Terakhir di Patjar Merah Semarang 2019
Dua hari menjelang Patjar Merah berakhir, pengunjung festival literasi tersebut tidak surut, malah kian ramai. Bazar buku di lantai satu gedung Soesmans Kantoor selalu dipenuhi pengunjung dari berbagai usia, begitu juga dengan sesi obrolan, lokakarya, dan pertunjukan.
Pada Sabtu 07 Desember 2019 saya mengikuti sesi Berbicara Rasa: Berpuisi dan Bercerita untuk Memahami Diri. Sesi tersebut diisi oleh dua penulis wanita, yaitu Amanda Margareth dan Renita Nozaria. Sementara itu, hari Minggu saya mengikuti sesi Dapur Penerbit: Berburu Penulis dan Naskah Terbaik. Sesungguhnya saya ingin mengikuti sesi Literasi Bercerita: Memanjangkan Ingatan Melalui Dongeng, serta sesi Menulis Ekspresif dan Kesehatan Mental. Namun sangat disayangkan, karena lain hal saya tidak bisa mengikuti sesi tersebut. Padahal sudah excited sekali, tapi baru bisa hadir di sore hari.
Berbicara Rasa: Berpuisi dan Bercerita untuk Memahami Diri
Amanda dan Renita tidak pernah membayangkan akan menjadi penulis, bahkan lingkungan sekitar mereka bisa dibilang tidak terlalu mendukung. Keduanya kuliah di Universitas Diponegoro Semarang yang jurusannya tentu jauh dari dunia menulis. Renita awalnya menulis fanfiction di note Facebook. Awalnya dia tidak pernah menyangka akan ada yang membaca, ternyata dia mendapat apresiasi yang baik. Lalu dia berpindah ke Wattpad. Kebalikannya Amanda tidak berangkat dari menulis di writing platform. Dia menyimpan tulisan apa pun dalam bentuk draft.
Berbicara Rasa (dokumentasi pribadi, ©) |
Menulis, Amanda jadikan sebagai coping mechanism dari berbagai perasaan yang dia alami, misalnya patah hati. Bahkan dia rutin membuat jurnal harian tentang peristiwa apa saja yang terjadi hari itu atau bahkan tentang orang lain.
Renita menulis cerita yang ingin dia baca. Cerita-cerita yang jarang dia temui di pasaran. Tulisan yang dia buat tidak berfokus pada cerita romance, romance baginya adalah bumbu. Dia lebih memandang cinta sebagai suatu yang universal, misalnya cinta kepada keluarga, cinta seorang guru kepada muridnya.
Kedua penulis tersebut sepakat bahwa menulis sesuai keinginan penulis dan pasaran harus seimbang, walaupun Amanda terkadang memiliki idealisme tersendiri terkait tulisannya. Menulis jangan semata-mata untuk mendapat perhatian orang. Tulisan yang bagus pasti akan ditemukan oleh pembaca. Jadi jika tulisan kalian mendapat sedikit pembaca bukan berarti jelek, hanya belum ditemukan. Ketika menulis mereka juga tidak pernah memaksakan diri. Andai harus berhenti sejenak, maka mereka berhenti. Bagi mereka menulis harus dari hati.
Ada beberapa pertanyaan peserta yang menarik perhatian saya. Apakah Amanda dan Renita pernah mengalami perasaan kerdil atau rendah diri dengan tulisan-tulisan penulis hebat lainnya? Jawaban mereka luar biasa. Keduanya tentu pernah mengalami perasaan tersebut, tapi tidak ingin terus membanding-bandingkan diri dengan penulis lain. Mereka percaya semua penulis berangkat dari titik nol. Di balik karya luar biasa penulis lain tidak ada yang tahu bagaimana perjuangan mereka.
Apakah karya terbaik berasal dari penderitaan terhebat? Amanda dan Renita sepakat bahwa bisa jadi demikian atau bahkan tidak. Bisa jadi, karena menurut Amanda menulis bisa dijadikan sarana menumpahkan perasaan. Namun, bukan melulu karena luka, tapi juga soal kecintaan.
Bagaimana respon mereka andai ada orang yang mengutip karya mereka tanpa disertai sumber atau yang terparah melakukan plagiasi? Renita sudah memiliki fanbase di Wattpad, biasanya mereka yang akan memberitahunya dan menegur si pelaku. Sementara Amanda akan menegur orang yang bersangkutan, lalu me-report akun tsb, dan terakhir jika tidak bisa melakukan apa-apa ya dibiarkan saja. Keduanya juga mengatakan bahwa orang yang melakukan plagiasi tidak akan pernah ke mana-mana, karena yang asli tetap yang terbaik. Saya setuju dengan pernyataan tersebut. Menurut saya orang yang melakukan plagiasi kreatifitasnya akan mati, tidak berkembang.
Dapur Penerbit: Berburu Penulis dan Naskah Terbaik
Sesi Dapur Penerbit diisi oleh penerbit Haru, Buku Mojok, Marjin Kiri, Banana, dan Narasi. Kelima penerbit tersebut memiliki segmen yang berbeda. Penerbit Haru khusus menerbitkan buku terjemahan dari penulis Asia. Buku Mojok menerbitkan buku yang lebih bervariasi baik non fiksi maupun fiksi, seperti sastra; kumpulan puisi; kumpulan cerita kemiliteran; sejarah; dll. Marjin Kiri lebih banyak menerbitkan buku non fiksi, tapi sudah mulai merambah fiksi. Banana awalnya lebih banyak menerbitkan buku terjemahan, tapi sekarang juga fokus ke fiksi lokal dan non fiksi sosial budaya. Narasi menerbitkan buku non fiksi yang sudah melalui kajian tentunya dan tergolong penerbit yang beda dari yang lain. Narasi menerbitkan buku yang jarang ditemui di penerbit lainnya.
Dapur Penerbit (dokumentasi pribadi, ©) |
Penerbit Banana, Marjin Kiri, dan Narasi tidak pernah mengumumkan secara langsung sedang berburu naskah, tapi jika ada yang berminat tinggal mengirimkan saja. Sementara Haru dan Buku Mojok terkadang mengumumkan pencarian naskah di media sosial atau website mereka. Haru dan Buku Mojok sama-sama lebih banyak berburu naskah daripada menunggu, walaupun keduanya tetap dilakukan. Biasanya banyak naskah yang masuk, tapi sedikit yang sesuai kriteria mereka.
Buku Mojok memiliki target dalam sebulan menerbitkan dua buku non fiksi dan satu buku fiksi. Sementara Haru dalam setahun setidaknya menerbitkan dua belas buku terjemahan. Sebenarnya Haru memiliki imprint yang fokusnya berbeda. Imprint Inari menerbitkan buku dari penulis lokal (setahun targetnya enam buku), Koru menerbitkan buku secara digital, dan Spring menerbitkan buku terjemahan dari Amerika dan Eropa.
Bagaimana mengetahui naskah yang kita kirim sesuai dengan kelima penerbit tersebut? Menurut saya sebaiknya baca dulu buku-buku terbitan mereka agar lebih paham dengan kriterianya. Kalau soal teknis bisa lah mencari ketentuan di website mereka. Namun, soal isi kan tidak. Patokan bagus dan menarik itu juga relatif, jadi kenali dulu penerbit sasaran kalian.
Akhir kata saya sangat senang bisa mengikuti sesi-sesi di Patjar Merah, walaupun tidak semuanya. Banyak ilmu yang bisa saya curi. Semoga Patjar Merah bisa terus menghidupkan semangat literasi di seluruh Indonesia. Terima kasih telah menghadirkan acara yang luar biasa.
0 comments