Review dan Breakdown Film 27 Steps of May
Kalian harus nonton 27 Steps of May sebelum turun layar, jangan cuma nonton The Avengers: End Game dong. Pesan yang dibawakan oleh film ini deep banget dan penyajiannya berbeda sekali dari film-film pada umumnya. Film yang minim dialog, tapi setiap gerak-gerik memiliki arti. Ada juga hal-hal simbolis yang dimasukkan dalam film ini menjadikannya lebih sempurna. I can't stop saying that I really love this movie.
Film berdurasi 1 jam 52 menit ini berkisah tentang seorang perempuan bernama May (diperankan oleh Raihaanun) yang mengalami trauma berat pasca pemerkosaan yang terjadi ketika dia berusia 14 tahun. Sementara itu Ayah May (Lukman Sardi) mengalami kesedihan mendalam, karena tidak bisa melindungi putrinya. Dia terus menyalahkan diri sendiri dan melampiaskan emosinya melalui tinju.
Film 27 Steps of May sudah keliling di berbagai festival film di dunia dan menyabet tiga penghargaan, yaitu film terbaik Golden Hanoman Award, film panjang Asia terbaik NETPAC Asian Film Festival, dan Film Festival Tempo 2018 untuk dua kategori yaitu penulis skenario pilihan Tempo (Rayya Makarim) dan aktris pilihan Tempo (Raihaanun). Tidak heran karena film ini memang bagus sekali. Akting Raihaanun dan Lukman Sardi juga juara. Para aktor meniupkan jiwa ke dalam para tokoh, lalu mengirimkan perasaan mereka kepada penonton.
Meskipun film 27 Steps of May minim dialog tapi tidak menjadikannya membosankan. Mimik dan gerak-geriknya itu memang menjadi peran utama dalam penyampaian pesan film ini. Saya seperti ikut merasakan kesedihan yang mendalam pada tokoh May dan Bapak. Beberapa bagian membuat saya berkaca-kaca, miris, tidak tega; tapi pada akhirnya lega dan saya bisa tersenyum.
Breakdown Film 27 Steps of May
Saya akan melakukan breakdown alur cerita 27 Steps of May secara singkat, menurut versi saya tentunya. Tenang ini tidak akan spoiler kok.
Menurut saya film ini menggunakan format five stages of grief yang digagas oleh Elisabeth Kübler-Ross. Saya mengenal istilah ini waktu membaca salah satu syarat lomba novel, tapi lupa penerbit apa yang mengadakan. Lalu saya cari tahu apa sih five stages of grief. Five stages of grief bisa dikatakan sebagai fase-fase seseorang bangkit dari kesedihan mendalam yang mereka alami. Fase-fase tersebut adalah denial (penyangkalan), anger (kemarahan), bargaining (tawar-menawar), depression (depresi), acceptance (penerimaan). Sebenarnya ada juga the sixth stage of grief yang digagas oleh David Kessler. Fase keenam menurut David adalah finding meaning atau menemukan arti.
Denial: pada fase ini korban dan keluarga berusaha bertahan akan rasa sakit, kehilangan, kesedihan yang mereka alami; tapi dunia sudah tidak berarti lagi bagi mereka. Mereka terus bertanya-tanya bagaimana mereka akan bertahan dan untuk apa mereka bertahan.
Anger: kemarahan termasuk dalam proses penyembuhan. Jika pada denial, korban benar-benar menarik diri dari koneksi mereka dengan orang-orang sekitar, maka kemarahan adalah jembatan bagi korban kepada orang-orang sekitar.
Bargaining: pada fase tawar-menawar ini korban ingin kembali ke awal mula, ingin memperbaiki semuanya, tapi it happens; semuanya sudah terjadi tidak ada yang bisa diubah. Pada fase ini juga korban bisa menyalahkan diri sendiri. Dia menganggap bahwa harusnya dia bisa melakukan yang lebih baik.
Depression: setelah memikirkan masa lalu dan mengandai-andai, maka korban akan fokus pada masa kini, ketika mereka mulai merasakan kesedihan yang sangat dalam hingga seolah-olah kesedihan itu akan tinggal bersamanya selama-lamanya.
Acceptance: Pada akhirnya korban dapat menerima kenyataan atas kejadian yang dia alami, walaupun bukan berarti dia baik-baik saja. Namun pada fase penerimaan ini dia akan berusaha untuk menjalani kehidupan barunya dan menjalin koneksi dengan orang lain.
Kehidupan May setelah peristiwa pemerkosaan itu benar-benar kacau sampai dia menarik diri dari masyarakat. Menerima kenyataan kalau dia telah diperkosa itu sangat sulit, apalagi untuk melanjutkan hidup. Rasanya dunia runtuh dan segalanya tidak berarti. Bukan hanya korban, tapi keluarga pun tidak luput dari rasa sakit, kekecewaan, dan penyesalan. Jadi bisa dibilang ada dua korban.
Awalnya saya bertanya-tanya akan angka 27 yang digunakan pada judul, karena film ini terinspirasi dari kerusuhan rasial terhadap etnis Tionghoa pada Mei 1998 saya pikir itu merujuk pada tanggal 27 Mei tapi ternyata bukan. Mungkin 27 memang tahapan penyembuhan May dari peristiwa mengerikan yang dia alami. Yah tapi 27 langkah itu apa saja saya tidak sempat catat ya. Bagi saya five stages of grief sudah cukup mewakili healing process-nya May lah.
Ok itulah ulasan saya tentang film 27 Steps of May, sudah cukup memberikan pandangan ke kalian untuk nonton film ini kan? Jangan lupa tinggalkan pesan di kolom komentar.
Quotes: “Bukan salah Bapak.”
0 comments